Untuk ketiga
kalinya, kau membuatku terjatuh di lubang yang sama. Tidak! Bukan kau yang
menyeretku kebawah, tapi aku sendiri yang menuruti egoku. Aku sendiri yang
membiarkan perasaan ini mengalir tanpa pernah mencoba menghentikannya. Aku
sendiri yang menenggelamkan semua luka buatanmu, lalu memunculkan cinta ke
permukaan. Aku yang membiarkanmu melakukan segalanya. Mungkin benar, ini
salahku. Tapi jika kau tidak memberiku petasan-petasan harapan itu, aku tak
akan terjerat lagi. Namun sayang, perasaanku masih sama dan tak pernah berubah.
Aku –bahkan- masih sangat menyayangimu. Aku masih menginginkanmu kembali dalam
dekapku. Tak peduli siapa yang sekarang disampingmu, siapa yang tlah
memilikimu, siapa yang tlah bercongkol di hatimu, aku tak peduli. Aku hanya
menginginkan belaian-belaian kalimat penuh sayang itu kembali meluncur dari
bibirmu –walau ku tau itu tak pernah tulus. Dan ya, aku egois. Aku tak boleh
menginginkannya. Aku tak boleh membiarkan diriku merasa membutuhkannya. Ini
terlalu naif, tidak boleh.
Untuk ketiga
kalinya pula, kau melebarkan sakit yang hingga saat ini masih membekas. Kau
memasukkan paku-paku tajam yang tak bisa menjamin sebuah hati akan tetap
bahagia bila ada diatasnya. Tidak bisakah kau berhenti memberiku harapan?
Kenapa kau begitu ingin membuatku menderita? Seolah-olah kau memang diciptakan
untuk menyakitiku. Menusukkan pisau tajam di dalam jiwaku. Menginjakkan sepatu
duri di dalam hatiku. Memporak-porandakan seluruh isinya. Menjadikan semua
berantakan. Kenapa kau melakukannya?
Dan lagi, untuk
ketiga kalinya, kau tak pernah sekalipun menganggapku benar-benar ada.
Bayanganku tak pernah kasat mata olehmu. Aku hanya angin lalu bagimu. Yang tak
terlihat, hanya sesekali terasa. Bahkan menoleh sedikit saja ke arahku kau
enggan. Bahkan membalas senyum yang tlah terpeta di wajahku pun kau tak mau. Apa
yang sebenarnya kau rencanakan menyangkut hidupku? Apakah semua sakit yang kau lakukan ini
memang bagian dari sebuah ‘rencana’mu? Tidakkah kau lihat keadaanku sudah
menyedihkan? Lalu, kau anggap apa semua kenangan yang tlah berlalu itu?
Mungkin, aku sekarang hanya sedang bermimpi, dan mencoba ingin terbangun, tapi
nyatanya ini bukan sekedar mimpi. Nyatanya kau tlah bersanding dengan orang
yang kau nilai cocok sebagai pilihanmu. Nyatanya cintaku dihatimu tlah padam
dan tak membara seperti dulu. Nyatanya aku memang tak bisa lagi mengambil alih
kemudi hatimu. Nyatanya, kau memang tlah melupakanku bersama dengan
kenangan-kenangan di sama lalu. Kapan aku akan sadar bahwa aku tak pernah
benar-benar kau jadikan persinggahan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar