Kamis, 12 Juni 2014

Untuk ketiga kalinya...

Untuk ketiga kalinya, kau membuatku terjatuh di lubang yang sama. Tidak! Bukan kau yang menyeretku kebawah, tapi aku sendiri yang menuruti egoku. Aku sendiri yang membiarkan perasaan ini mengalir tanpa pernah mencoba menghentikannya. Aku sendiri yang menenggelamkan semua luka buatanmu, lalu memunculkan cinta ke permukaan. Aku yang membiarkanmu melakukan segalanya. Mungkin benar, ini salahku. Tapi jika kau tidak memberiku petasan-petasan harapan itu, aku tak akan terjerat lagi. Namun sayang, perasaanku masih sama dan tak pernah berubah. Aku –bahkan- masih sangat menyayangimu. Aku masih menginginkanmu kembali dalam dekapku. Tak peduli siapa yang sekarang disampingmu, siapa yang tlah memilikimu, siapa yang tlah bercongkol di hatimu, aku tak peduli. Aku hanya menginginkan belaian-belaian kalimat penuh sayang itu kembali meluncur dari bibirmu –walau ku tau itu tak pernah tulus. Dan ya, aku egois. Aku tak boleh menginginkannya. Aku tak boleh membiarkan diriku merasa membutuhkannya. Ini terlalu naif, tidak boleh.

Untuk ketiga kalinya pula, kau melebarkan sakit yang hingga saat ini masih membekas. Kau memasukkan paku-paku tajam yang tak bisa menjamin sebuah hati akan tetap bahagia bila ada diatasnya. Tidak bisakah kau berhenti memberiku harapan? Kenapa kau begitu ingin membuatku menderita? Seolah-olah kau memang diciptakan untuk menyakitiku. Menusukkan pisau tajam di dalam jiwaku. Menginjakkan sepatu duri di dalam hatiku. Memporak-porandakan seluruh isinya. Menjadikan semua berantakan. Kenapa kau melakukannya?


Dan lagi, untuk ketiga kalinya, kau tak pernah sekalipun menganggapku benar-benar ada. Bayanganku tak pernah kasat mata olehmu. Aku hanya angin lalu bagimu. Yang tak terlihat, hanya sesekali terasa. Bahkan menoleh sedikit saja ke arahku kau enggan. Bahkan membalas senyum yang tlah terpeta di wajahku pun kau tak mau. Apa yang sebenarnya kau rencanakan menyangkut hidupku?  Apakah semua sakit yang kau lakukan ini memang bagian dari sebuah ‘rencana’mu? Tidakkah kau lihat keadaanku sudah menyedihkan? Lalu, kau anggap apa semua kenangan yang tlah berlalu itu? Mungkin, aku sekarang hanya sedang bermimpi, dan mencoba ingin terbangun, tapi nyatanya ini bukan sekedar mimpi. Nyatanya kau tlah bersanding dengan orang yang kau nilai cocok sebagai pilihanmu. Nyatanya cintaku dihatimu tlah padam dan tak membara seperti dulu. Nyatanya aku memang tak bisa lagi mengambil alih kemudi hatimu. Nyatanya, kau memang tlah melupakanku bersama dengan kenangan-kenangan di sama lalu. Kapan aku akan sadar bahwa aku tak pernah benar-benar kau jadikan persinggahan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar