Kamu membuatku
terperangkap dalam lubang yang kau buat. Lubang yang dalam dan sulit untuk
mencari jalan keluar. Hanya diriku sendiri yang mampu melakukannya. Tapi aku
tak bisa. Sungguh aku lelah. Aku terjerat. Tapi nyatanya kamu bukan tangga yang
bisa membuatku mencari jalan keluar. Kamu hanya batu, yang tidak bisa membantu
apa-apa. Ini bisa berhasil jika aku mengerahkan seluruh usahaku. Sayangnya, aku
telah terbius oleh hangat lubang yang menerkamku itu.
Ini kesalahanku,
membiarkan semua mengalir begitu saja. Aku bagaikan butiran debu yang hanyut di
tengah sungai. Tak bisa melawan arus, hanya dapat pasrah mengikutinya. Kenapa?
Kenapa kamu mempersulit posisiku? Memperkeruh air sungai dengan menambahkan
beban sebanyak-banyaknya. Aku lelah bertahan, aku ingin lolos, tapi nyatanya,
arus sungai membelengguku.
Begitu sakit rasa
ini tertahan, sehingga aku tak sanggup menyembunyikan air mata. Semua yang
telah terjadi, tak bisa dikembalikan seperti semula. Aku bukan milikmu, kamu
milik orang lain. Itu takdir, aku pun harus bisa menerimanya –dengan lapang
dada.
Jangan
menjauhiku, kita sepasang sahabat. Biarkan sakit ini aku yang menanggungnya
sendiri. Jangan pedulikan aku. Karena aku memang tak pantas diperhatikan
olehmu. Jangan anggap perbincangan ini nyata, anggap saja hanya angin lewat.
Aku nggak mau membebanimu dengan semua tingkah kekanak-kanakanku. Terimakasih
atas segalanya. Segalanya yang sempat kau indahkan disampingku. Senyummu,
perhatianmu, kata-kata manismu, semuanya. Maafkan aku jika selama ini mengusik
keberadaanmu, mengusik hidupmu, mengusik segala tetek bengek jalan kehidupanmu.
Maafkan aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar