Kamis, 13 Maret 2014

Kalah, atau mengalah?

Kau memunggungiku. Memasangkan sebuah kain yang menjadi aksesorismu hari ini. Menampakkan wajah yang terdapat lekukan di pipimu. Kau membuatku terpesona, lagi. Membuatku mau tidak mau mengajakmu berpose. Menampilkan senyum setiap kamera siap mengabadikan kita. Aku bahagia, sungguh. Melihat foto awalmu yang terlalu condong menjauhiku, kau meminta kita foto kembali. Buih-buih kebahagiaan bertebaran di sekelilingku. Mengajakku bernyanyi dan menari-nari ria melupakan kesedihan yang hari lalu tercipta.

Tetapi kenapa ketika sang dewi malam telah datang, kelakuanmu membuatku menahan air mata? Kenapa aku tidak diperbolehkan bahagia walau hanya sebentar saja. Social media. Itulah tempatmu menyebarkan nomor yang menjadi prioritasmu. Pegangan barumu, handphone. Barang sekecil itu telah membuat hatiku goyah. Memaksaku untuk menangis. Bolehkah? Bolehkah aku tidak rela melihat kamu menyebarkan hal yang menjadi milikmu? Berhakkah aku? Tidak! Aku bukan pacar, saudara, ataupun keluargamu. Aku hanya teman. Tidak lebih.

Hari berikutnya, kau melihat benda bulat yang kesana kemari diperebutkan. Ragaku beranjak tuk menghampirimu. Menanyakan sebuah hal untuk sekedar basa-basi. Namun, kakimu kini telah kembali kau renggangkan. Kau berdiri dan tak lagi duduk disampingku. Kembali hatiku remuk hanya dengan kejadian sekecil itu. Lalu, aku berjalan menghampiri gerombolan anak yang nyatanya para sahabatku. Mencoba meminjam benda barumu itu adalah hal yang sejak tadi ingin ku lakukan. Kau mengambilkannya, dan handphonemu tergenggam di tanganku.


Ku lihat yang sudah kurencanakan untuk mataku. Ku baca semua yang ku buka. Dan kini, lensa mataku menemukan sebuah kata-kata yang sukses merekahkan luka. Pupus sudah harapanku. Hilang sudah kepercayaan diriku. Mungkin aku memang bukan untukmu. Saat ini, dengan genggaman tanganku, dengan tekat mantap hatiku, dengan mata yang masih meneteskan segerombol bulir-bulir air, dengan jiwa yang mencoba tegar, aku berkata Jika kelak kau tau aku menyayangimu dan ternyata kau juga merasakannya, datanglah padaku. Buktikan bahwa rasaku tidak bertepuk sebelah tangan dan aku bisa bernafas bersama-sama denganmu. Tapi untuk saat ini, aku lelah. Dan aku memilih... mengalah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar