"Banjir Lagi.."
Lihatlah kami disini.
Berteman banjir setiap hari.
Berjalan menuju tempat pengungsian.
Mencari tempat perlindungan..
Lihatlah generasi muda bangsa.
Yang berteman banjir kesekolahnya.
Menggenangi beranda dunia.
Tapi mereka tetap meraih cita-cita
dunia
Anak-anak SD yang tidak tahu apa-apa.
Akan kerakusan orang di sekitarnya
Membabat hutan dengan sekenanya
Tiada perduli akan kebanjiran ini.
Dari terbit fajar hingga mentari
berakhir..
Banjir yang merugikan.
Genangan air yang menyengsarakan.
Namun langkah kaki manusia.
Tetap terperosok di jalan yang sama..
Berfikir kembali dan terdiam.
Aku termangu dalam kelam..
“ALAM DESAKU”
Kulihat sawah membentang
warna hijau bagai permata alam
kucoba telusuri jalan
akankah tetap begitu
Kuingin tetap begini
terlihat apa adanya
kuingin tetap begitu
terlihat kenyataanya
Mentari mulai tenggelam
dan..akupun teteap disini
menikmati alam yang ada
anugerah dari yang kuasa
Oh..alam desaku
...aman dan damai
Oh.... alam desaku
....lestarikanlah
“DI TEPI LAUT”
Diujung musim yang bertiup angin
bagai denguas gurun pasir
cahaya melompat dalam lautan
salju
diseretnya langkah dimalam itu
dalam putih waktu
kutawarkan pada-Mu
jenuh semesta ini kupenuhi isi
dihidupmu nasib dunia
bentangkan kedua tangan mu
pohon-pohon kering di tepi laut
padang pasir
menyanyi dalam gaib malam
kepada seluruh dunia
yang menelankan dipucuk pantai
kuburlah hidup tanpa kesadaran
“BERITA ALAM”
Halilintar menggelegar, daun-daun
berguguran
Langit biru menghilang
Burung terbang tinggalkan sarang
Rintik hujan berjatuhan,
payung-payung dikenakan
Pohon tumbang tercabut dari
akarnya
Awan hitam semakin mengembang
Kulangkahkan kakiku menuju
cakrawala
Gapai harapan mimpi indah
Kupetik senar gitarku nyanyikan
lagu tra la la
Merah putih sudah kusam warnanya
Burung garuda entah terbang
kemana
Pancasila tak lagi bermakna
Indonesiaku tertutup wajahnya
Badai datanglah hentak
kegersangan
Hujan air turunlah sirami
kekeringan
Mentari terbitlah ubah kesuraman
alam ini
Nergri ini....
“ALAMKU YANG RUSAK”
Bertambah
panasnya dunia ini
semakin tak
terasa sejuknya angin
semakin tak
terdengarnya kicauan alam
semakin
hilang jernihnya air sungai
keringat
manusia tercecer-cecer
dibumi ini semakin keringnya
tanah yang kita pijak
tak ada lagi
pohon yang tumbuh
hanya gedung
–gedung yang bertahan
Kemana
manusia yang merindukan kedamaian dalam hidupnya?
kini hilang,
melupakan keheningan dan kesejukan
udara
bersih...
tidakkah
manusia merindukan itu semua
Sadarlah
manusia serakah, masih banyak pekerjaan
yang tidak
harus merusak tempat tinggalmu
bumi ini
rumah kita bersama
jaga dan
rawatlah rumah kita ini.
“KICAU
BURUNG”
Burung berkicau merdu sekali
Bagai bintang emas yang
bernyanyi-nyanyi
Suaranya yang menggetarkan ibaku
Ku…kuu..kuu
Seperti itukah?
Ahh, andai aku bisa menirukannya
Aku akan berteriak sekencang
mungkin
Merdunya menyusup lewat
Di sela daun yang berguguran
Bersama hangatnya mentari pagi
Ku..kuu..kuu
Siapakah yang tidak rindu
Akan merdunya kicauan burung itu”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar